21 September 2017

“SIAK SRI INDERAPURA” THE HIDDEN PARADISE IN RIAU

 Setiap perjalanan selalu meninggalkan kenangan, cerita dan pelajaran -HA
Istana Siak nampak dari kanan depan

Bagi aku, Siak adalah the hidden paradise-nya Riau. Butuh waktu sekitar tiga jam dari pusat kota Pekanbaru dengan melalui beribu hektar perkebunan sawit dikanan dan kiri jalan yang berkelok dan sedikit berbatu untuk sampai di kabupaten Siak. Kalau mau dinyanyiin ala lagu anak-anak tuh kira-kira “ Pegi-pegi ke kota Siak, jauh- jauh sekali…Kiri kanan kulihat saja banyak pohon sawitnyaa aaa, kiri kanan kulihat saja banyak pohon sawitnya”. Yah kurang lebih gitu yak. Sebenarnya enggak terlalu jauh sih, cuman kita terbiasa pergi dengan durasi waktu selama itu untuk keluar Provinsi. Kalau di analogikan di Jogja, kita udah sampai Semarang (Jateng) atau Magetan (Jatim). Tapi ini masih dalam satu Provinsi Riau, alangkah luasnya tanah Sumatra.
Kenapa memilih Siak ???
Lagi-lagi ini semua karena promosi sang MC comel bedelau saat pembukaan FSDKN XVIII di Universitas Riau dan Bapak Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau. Mereka memaparkan mengenai satu istana yang menjadi backdrop panggung kala itu. Istana Siak namanya. Disana terdapat alat musik yang sangat langka, KOMET. Kabarnya sih, cuman ada dua di dunia. Di Istana Siak dan di Museum Jerman. Nah, kita jadi penasaran bagaimana bentuk komet itu sesungguhnya. Apakah sama dengan komet dilangit??? Iya, sama karena mereka adalah bintang dari jenisnya sendiri. Opotoh, Na…
Alat musik Komet sejenis gramophone dibawa oleh Sultan SIAK ke XI tahun 1896 selepas melawat ke Eropa
            Siak, kota tempat peradaban melayu di tanah Sumatera, tempat salah satu jalur kawasan perdagangan Internasional yang menghubungkan Riau, Malaysia dan Singapura. Memiliki sumber daya alam yang melimpah dari sektor migas, pertanian, perkebunan dan pariwisata. Itu sedikit informasi tentang profil Siak. Nah, nggak heran kan kalau kita menjatuhkan hati buat melancong di negeri yang dulu menyumbang ribuan guldennya demi terciptanya Negara Republik Indonesia.
            Kita memulai perjalanan dari UNRI sekitar pukul satu siang, setelah acara FSDKN selesai dan melaksanakan sholat dzuhur di Masjid Arfaunnas. Kita memilih jalur perjalanan alternatif untuk menghindari kemacetan, yang bisa aku baca dari baliho dijalan kita melewati Kabupaten Kampar dan seterusnya perkebunan sawit yang luas. Satu jam perjalanan kita masih asik menikmati pemandangan luasnya perkebunan, berlanjut di fase yang mulai membosankan kita setengah terlelap dan berharap bangun sudah sampai tujuan. Namun, apalah dikata mobil masih melaju menyusuri jalanan yang berliku. Dua jam tiga puluh menit kita akhirnya memasuki kawasan kabupaten Siak. Kita disambut dengan megahnya Jembatan gantung Sultanah Lathifah yang aku taksir panjangnya hampir 1 kilometer (CMIIW), dari atas jembatan kita bisa melihat kapal yang melintasi Sungai Siak yang cukup jernih dikelilingi oleh hutan yang rimbun dan masih asri. Di sudut-sudutnya dapat terlihat atap-atap gedung perkantoran menyembul dari pepohonan hijau. Sungguh indahnya. Tata kotanya sangatlah kental dengan budaya melayu, warna keemasannya tak luput dari pandangan mata.


Tangga menuju istana ke lantai dua
Kita menuju ke destinasi utama, yaitu Istana Siak. Letaknya tepat berada didepan alun-alun Kota yang menghadap langsung ke Sungai Siak. Tiket masuknya sekitar sepuluh ribu rupiah. Tapi sayang kita datang di tiga puluh menit sebelum Istana ditutup. Jadi, waktu untuk berkeliling Istana sangatlah singkat. Saran nih, buat temen-temen yang mau main ke Istana Siak sebaiknya time managementnya dipasin banget. Kalau dari Pekanbaru aku saranin dari pagi deh karena perjalanannya juga jauh dan supaya keliling-keliling Siak-nya lebih puas serta bisa explore lebih banyak tempat-tempat indahnya. Di Istana Siak kita menemukan apa yang kita cari selama ini, Komet. Bentuknya aneh dan aku bingung gimana cara maininnya. Tapi, setidaknya rasa penasarannya telah terbayar dengan menatapnya langsung. Didalam Istana banyak barang-barang peninggalan zaman dahulu. Ada alat pemutar piringan hitam (vinyl) yang bentuknya unik sekali. Ada baju-baju raja, piagam penghargaan dan masih banyak lagi. Istana ini seperti Museum tapi berbentuk rumah, ada dua lantai namun saat itu kita belum berkesempatan untuk naik ke lantai atasnya. Karena kita telah diperingatkan petugas Istana yang akan menutup tempat ini, maka kita segera untuk keluar. Memotret pemandangan sekitar istana menjadi pilihan, bergaya bak putri raja juga tak anyal dilakukan. hewhew.
Istana Siak nampak dari depan


Selanjutnya, kita berjalan menyusuri alun-alun Kota. Di minggu sore itu banyak warga yang menghabiskan waktu disana. hiburan anak-anak begitu banyak macamnya, dari mobil-mobilan listrik, scooter dan taman-taman bermain mini. Aku dan kawan-kawan memilih untuk pergi menepi, menuju pavilion dipinggir sungai. Kita bisa melihat jembatan Sultanah Lathifah dengan background sunset yang menawan. Karena waktu semakin sore kita memutuskan untuk segera kembali. Namun, kita tak melewatkan untuk berhenti sejenak di tengah Jembatan saat sinar mentari benar-benar akan memudar. Senja terakhir di Riau, bisik hatiku. Take me back here, soon. Perjalanan pulangpun dimulai, kembali menyusuri jalan yang mulai gelap karena minim penerangan, sehingga membuat kita juga ingin ikut menutup mata. Kita sampai kembali didaerah Panam Regency, Pekanbaru pukul Sembilan malam. segera kita bergegas untuk membersihkan diri dan bersiap untuk sholat lalu beristirahat karena besok pagi kita harus kembali pulang ke Jogja. Time is up, gaes. Jogja telah menanti, deadline tugas memanggil, ujian telah didepan mata. Back to our routine activities. Kembali pada realita, berkompromi pada kenyataan yang ada, karena liburan (bukan sekedar liburan) akan segera berakhir. Terimakasih kepada Shofi sekeluarga yang sudah mengenalkan Siak ke kita. Terimakasih para promotor-promotor kunjungan ke Riau ini. InsyaAllah amal baik kalian dibalas oleh Allah SWT. Aamiin. Semoga suatu saat bisa kembali menginjakkan kaki di tanah Melayu. 
Masyarakat menghabiskan waktu senja di alun-alun Kota tepat didepan Istana Siak

Jembatan yang membelah sungai Siak di malam hari

The Journeys to the Homeland of Melayu for FSLDKN (Indonesian Moslem Student Summit) XVIII


Sesungguhnya Engkau tahu
bahwa hati ini tlah berpadu
berhimpun dalam naungan cintaMu
bertemu dalam ketaatan
bersatu dalam perjuangan
menegakkan syariat dalam kehidupan
kuatkanlah ikatannya
kekalkanlah cintanya
tunjukilah jalan-jalannya
terangilah dengan cahyaMu
yang tiada pernah padam
ya Rabbi bimbinglah kami
lapangkanlah dada kami
dengan karunia iman
dan indahnya tawakkal padaMu
hidupkan dengan ma’rifatMu
matikan dalam syahid di jalanMu
Engkaulah pelindung dan pembela

Mentari pagi di subuh Kamis tanggal 18 Mei 2017 bahkan belum berniat untuk bangun dari tidurnya, sedangkan aku sudah bersiap menanti taxi yang akan mengantarkanku ke terminal A Bandara Adi Sutcipto, Yogyakarta. Perjalanan dari rest home ke Bandara cukup panjang bersama Bapak Taxi yang mengemudi sungguh safety driving dan pintar memilih jalan tikus untuk segera sampai tujuan dengan ongkos yang cukup murah dari biasanya. (thanks bapak) Di Bandara telah banyak kawan-kawan dari berbagai kampus di Jogja yang akan bertolak ke tanah melayu juga. Kita berangkat satu rombongan, satu tujuan, satu pesawat tapi enggak saling kenal. Ya begitulah dalam hidup kita kadang memiliki visi misi yang sama namun sulit untuk bersatu hanya karena rasa malu. Opooseh na.
Long story short, jam enam empat lima kita akhirnya masuk ke burung besi putih dengan ikon singa merah yang menggemaskan (heumss). Yeayy, perjalanan menuju tanah Sumatera dimulai. Kita terbang sekitar satu jam lima puluh menit direct dari Jogja ke Pekanbaru. Sampai di Bandara Sultan Syarif Kasim II aku pun terhenyak, teringat oleh kata-kata saat tahun pertama kuliah dan mengikuti ajang Miss ala-ala di Asrama. Saat itu, aku didapuk untuk mengikuti ajang yang sebenarnya bukan gue banget lah dan harus mewakili provinsi Riau. Nah, saat itu nggak tau apa-apa mengenai Riau, yang diinget cuman kabut asap. Hehehe. Saat persiapan sebelum naik panggung didepan cermin waktu sedang di timpukin bedak, foundation dan teman-temannya aku nyeletuk “ Nggak papa lah ya sekarang nggak tau tentang Riau tapi malah ngewakilin Riau, siapa tahu suatu saat bisa menginjakkan kaki di Riau”. And it becomes true. Sekarang aku benar-benar berada di tanah Riau, The Homeland of Melayu. Nah, satu pelajaran nih perkataan adalah doa, jadi berbicaralah yang baik siapa tahu bakalan terwujud. Eyakkkk
Berfoto didepan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II

Back to story
, kita sampe pukul 09.00 nunggu jemputan tapi nggak ada kabar dan akhirnya baru dateng jam 12.00 karena satu dan banyak kendala lainnya. First impression saat liat jalanan di Pekanbaru, “MasyaAllah, asri sekali. taman dijalannya diberi lahan yang cukup luas, bunga-bunga melambai-lambai seakan berkata ‘selamat datang’ tapi sayang panasnya euyy mantap pisan (sebenernya nggak beda jauh sih sama Jogja)”. Then,   kita dibawa oleh Panitia ke Masjid Universitas Riau “Arfaunnas”. Disana tempat registrasi dan pengarahan ke hotel mana kita bakalan at least stay for three days, meski awalnya kita nggak kedata dan sempet sedikit gondok akhirnya kita ditempatkan ke hotel paling deket sama kampus “ Hotel Mona”. Thanks akak-akak Committee. And FYI, kita belum makan dari pagi sampe jam enam sore, and it means seharian buat aku karena dari kemaren sore aku belum makan. But, thanks to akak LO-nya Puskomda Jember yang telah bersedia membelikan sate saat diriku telah memasuki fase starving. Hehehe. Di Hotel saya sekamar sama temen sekampus Mey si adik yang super sabar, Mbak Fath Arina Fahma dari Universitas Jember tapi asli Bantul sang cadok kocak, Teteh Sri Nurbayani Adha alumni Universitas Padjajaran anak Satra Rusia yang kita mintain ajarin bahasanya Masha and The Bear. (Saat nulis ini aku membayangkan paras ayu kalian-kalian,lho. Jadi kangen kan.) Hehehe. Ana ukhibukum fillah gaess.

Jumat, 19 Mei 2017 pagi-pagi kita menuju Venue  Panjat Tebing Universitas Riau tempat berlangsungnya acara pembukaan. Disana telah dihadiri para pejabat daerah dan pejabat  kampus. Kita disuguhi tari-tarian khas Melayu, gurindam Melayu dan pidato yang tak pernah luput menggunakan pantun khas budaya melayu. Tapi, yang paling menyita perhatian khalayak terutama kaum wanita adalah MC kecenya yang comel sangat. Hahaha.
Suasana pembukaan FSLDKN XVIII Riau, di Venue Panjat Tebing UNRI
Setelah acara pembukaan, panitia mengahadirkan seminar kepemudaan dengan pembicara hebat Prof. Herman (CMIIW) dan ketua MITI pusat yang saya lupa namanya. (Maafkeun saya bapak) Dalam seminar itu kita banyak mendapat wejangan dari beliau berdua. Indonesia akan menjadi negeri yang maju bila pemudanya berkarakter kuat, berintegritas dan berakhalak mulia. Setelah seminar semua peserta ikhwan diarahkan untuk melaksanakan sholat jumat bersama-sama di Masjid kampus.  Nah, setelah sholat Jumat semua peserta dibagi menjadi tiga seperti yang sudah diplotkan oleh setiap Puskomda sebelumnya, yaitu kelas Sidang, Traning For Trainer (TFT) dan Seminar. Aku dapat kelas TFT yang bertempat di aula Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univ. Riau.



Materi dimulai pukul 14.00, diawali oleh pemaparan dari Bapak Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau. Beliau mengenalkan beberapa objek pariwisata di Riau, seperti Bono si ombak di Sungai yang cuman ada dua di dunia, Kerajaan Siak, Candi Muara Takus, Festival bakar perahu dan masih banyak lagi. Nah ini salah satu yang membuat kita kepingin mengunjungi salah satunya di hari minggu. You did it, Sir. Materi selanjutnya yang disampaikan oleh Team Trainer dari FSLDK yang saat itu dipegang oleh ITB. Pemaparan pertama dibawakan oleh akh Izzam Kepala Departemen Kaderisasi GAMAIS ITB Periode 2016-2017, dia banyak menjelaskan banyak hal dan akan aku share di bawah. Materi kedua dibawain sama akh Aroma Eka Sekjend GAMAIS ITB Periode 2016-2017 tentang humas dan jaringan. Penyampaiannya seru banget, mungkin karena bidangnya aku ya, jadi nyambung dia nyampein ini aku nangkepnya ini juga, sefrekuensi lah ya intinya. Untuk materi yang disampaikan nanti bakalan aku share juga dibawah. Then, kegiatan hari itu berakhir pukul sembilan malam. Second day was so hilarious. Banyak ilmu, banyak saudara, banyak wawasan yang didapet. Alhamdulillah.
Sabtu pagi kembali ke aula FISIP dengan agenda materi Keorganisasian yang disampein sama Ketua GAMAIS ITB Periode 2016-2017 akh Wali dan pengenalan PMLDK oleh akh Azzam. Honestly, awalnya ngantuk banget karena kita duduk dibarisan belakang, karena posisi duduk di arrange ulang sama Pantita. Aku sebagai audiens yang kadang nggak fokus lebih memilih buat duduk didepan supaya bisa nerima materi secara keseluruhan dan melihat slide lebih jelas, maklumlah manusia berkacamata. Nah kali ini nggak dapet kursi depan karena satu dan lain hal sehingga membuat diriku ingin terlelap karena nggak fokus dan tidak bisa membaca slide didepan dengan jelas. Yang aku ingat dari materi yang disampaikan akh wali satu “ Tidak ada LDK yang lebih baik dari LDK lainnya, karena medan dan ranah dakwahnya tiap LDK berbeda-beda”. Nah pas materi akh Azzam aku kayak dihujami beribu anak panah yang menembus relung jiwaku (Alayy banget na). Iya, beliau bilang “Kalian yang saat materi disampaikan tidur kalian adalah segolongan orang yang rugi………………..(CMIIW)” Kurang lebih yang aku inget gitu tapi lebih lengkapnya aku lupa. Hehehe Pokoknya menohok diriku bangetlah. Well, aku nggak tidur sih tapi ngantuk dan itu hampir mendekati perilaku tidur dan intinya aku nggak bisa menerima ilmu yang disampaikan. Astagfirullah. Disitu aku sadar, begitu banyak temen-temen lain yang ingin ikut acara ini, kegiatan ini, menimba ilmu di forum ini. Kamu  yang sudah ada disini janganlah menyiakan kesempatan langka yang nggak semua orang bisa dapatkan. So, pelajaran kedua jangan tidur dimanapun kamu menuntut ilmu, nanti ilmunya berbalik menuntut kamu. Oposeh, na. hehehe
Kegiatan hari Sabtu tidak sepadat Jumat kemarin, setelah materi PMLDK selesai peserta TFT diarahkan buat ikut Seminar di Venue Panjat Tebing dan berakhir sekitar pukul 17.00. Akhirnya kita balik ke Hotel buat beres-beres. Tapi, kali itu aku dan Inayah (si adek yang gemesin..hohoho) memilih untuk jalan kaki kembali ke Hotel. Walaupun jaraknya cukup jauh tapi kami berniat untuk menikmati senja cantik sambil jalan santai di kampus orang. Hewhew. Sesampainya di Hotel, peserta sidang belum pada pulang. Mereka masih pleno menentukan Puskomnas yang baru dan tuan rumah FSLDKN XVIX yang selanjutnya kita tahu dari Teh Sri dan Mbak Arin bahwa Puskomnas terpilih adalah LDK Salam UI dan tuan rumah FSLDKN XVIX adalah Universitas Halileo, Sulawesi Tenggara. Barakallah wa inalillah.
Penyerahan jabatan secara simbolis dari PUSKOMNAS lama kepada PUSKOMNAS terpilih

Minggu, 21 Mei 2017. Kita sudah siap menuju acara terakhir sejak pukul 03.00, kita diharuskan sudah check out dari Hotel pukul 05.00 dan memindahkan barang-barang ke Masjid Arfaunnas. Agenda hari itu adalah aksi yang bertajuk “Cinta NKRI”, dan konser amal yang menghadirkan Nashid asli dari Riau dan Izzatul Islam. Aksi berlangsung khidmat dan damai, dimulai dari pelataran Masjid Kampus sampai depan gerbang utama UNRI. Ini pengalaman pertama aku ikut aksi seperti ini. Sebelumnya, aku lebih memilih untuk terjun pada aksi galang dana untuk korban bencana dan solidaritas Palestina+Suriah. First Experience yang bakal aku ulangi lagi. Bagi aku, ini bukan demonstrasi tapi menyuarakan aspirasi. Kalaupun suara yang telah kita keluarkan lewat cara-cara formal tidak mempan, aksi seperti ini kadang menjadi pilihan untuk lebih didengar para Pemimpin Negara. Setelah aksi selesai kita kembali kepusat acara yaitu Konser amal untuk Palestina bersama Izzatul Islam. Alhamdulillah donasi yang didapat cukup banyak, ada sekitar 40-an juta yang terkumpul kala itu. MasyaAllah. Agenda tersebut menjadi penutup acara FSDLKN XVIII Riau. Semua orang bersuka cita atas terselenggara dan suksesnya acara ini. Semoga kita semua dapat menuai manfaat dan membagikan manfaatnya. Aamiin. Terimakasih kepada semua Panitia yang terlibat atas segala jerih payahnya. You treat us well.




Aksi FSLDK cinta NKRI

Berakhirnya acara tersebut bukan berarti berakhir pula ikatan saudara kita, karena pada hakikatnya hati-hati kita telah berpadu menjadi satu dalam ukhuwah islamiah menuju kejayaan Islam.  Walau raga kita telah terpisah, tapi ikatan kita sesungguhnya tetaplah erat. Bersama dijalan dakwah berliku untuk meraih Cinta-Nya. InsyaAllah kita semua akan tetap dipersaudarakan sampai surgaNya nan indah dan mulia. Aamiin Allahuma Aamiin.
Cerita di Siak mohon bersabar, akan di unggah di postingan selanjutnya.... So, stay tune yaww...



Foto bersama peserta dari berbagai daerah di Indonesia


Note :
Berikut beberapa materi yang disampaikan pada Training For Trainer FSLDKN 18 Riau oleh Tim PMLDK Gamais ITB

Link Research :